Selasa, 28 Mei 2013

Komunikasi Organisasi dan Gaya Kepemimpinan

Latar Belakang

            Kepemimpinan dan motivasi merupakan sebagian dari masalah-masalah yang paling sering dibahas dalam kebanyakan organisasi. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi
Tujuan kepemimpinan yaitu membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan, dan meningkatkan motivasi para anggota organisasi. Jadi pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diinginkan. Contohnya yaitu di dalam suatu organisasi, manajer memberikan tugas-tugas kepada bawahannya untuk melakukan tugas tersebut dan memberikan hasil yang diinginkan oleh bawahan.
Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja atau cara kerja sama dengan orang lain yang konsisten. Cara seseorang berbicara dan bersikap kepada orang lain merupakan suatu gaya kerja yang dimilikinya. Kebanyakan orang mempunyai gaya kerja yang sistematis, teratur, sesuai aturan organisasi yang berlaku.
Beberapa pendekatan gaya kerja yang membantu orang lain mencapai hasil yang diinginkan seperti:
-          Mengendalikan atau mengarahkan orang lain. Misalnya, seorang manajer memberikan arahan kepada pekerja baru yang akan menjalankan tugas dan peranannya dalam organisasi.
-          Memberi tantangan atau rangsangan kepada orang lain. Misalnya, Seorang pekerja atau bawahan diberikan perintah oleh manajer untuk melakukan kunjungan ke sebuah pabrik.
-          Menjelaskan kepada atau memberi instruksi kepada orang lain. Misalnya, seorang manajer memberikan perintah untuk melakukan tugas-tugasnya.
-          Mendorong atau mendukung orang lain. Misalnya, seorang karyawan mempunyai ide untuk membuat suatu program acara event di televisi, maka hal tersebut harulah didukung oleh manajernya.
-          Memohon atau membujuk orang lain. Misalnya, seorang direktur meminta kepada seorang supervisor untuk mengerjakan pekerjaan bawahannya yang sedang cuti bekerja.
-          Melibatkan atau memperdayakan orang lain. Misalnya, sebuah tim produksi bekerja sama satu dengan yang lainnya.
-          Memberi ganjaran atau memperkuat orang lain. Misalnya, seorang direktur memotong gaji karyawannya yang telat hadir ke kantor.


Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

Masalah yang akan di bahas dalam makalah presentasi ini mengenai gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, membahas mengenai berbagai gaya kepemimpinan dan perilaku komunikatif yang menyertai gaya kepemimpinan tersebut. Akhirnya, kita akan menelaah beberapa prinsip umum mengenai gaya kepemimpinan yang mungkin dirasakan paling efektif oleh banyak orang pada masa kini.



Landasan Teori

Beberapa asumsi mengenai manusia yang mendasari gaya kepemimpinan, yaitu teori X dan teori Y yang menggambarkan sikap mental suatu tipe ideal sehingga kita memperoleh gambaran yang jelas mengenai seseorang.
Teori X mengemukakan pendapat mengenai manusia sebagai suatu mesin yang amat memerlukan pengendalian dari luar. Asumsi teori X mencakup:
Kebanyakan orang berpendapat bahwa:
     Pekerjaan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan berusaha menghindarinya.
     Orang lebih suka diperintah dan sekaligus harus dipaksa untuk melakukan pekerjaan mereka.
     Orang tidak ambisius, tidak ingin maju, dan tidak menginginkan tanggung jawab.
     Orang dimotivasi oleh keinginan mereka.
     Orang harus dikendalikan dengan ketat.
Pemimpin yang berpegang pada teori X menganggap orang sebagai suatu alat produksi, dimotivasikan oleh ketakutan akan hukuman atau oleh kebutuhannya akan uang dan rasa aman. Pemimpin ini cenderung mengawasi mereka dengan ketat, , membuat dan menjalankan aturan dengan keras, dan menggunakan ancaman hukuman sebagai alat untuk memotivasi mereka.
            Teori Y menganggap bahwa manusia sebagai organisme biologis yang tumbuh, berkembang, dan melakukan pengendalian terhadap diri mereka sendiri.
Asumsi Teori Y secara ringkas sebagai berikut :
1. Kebanyakan orang berpendapat bahwa kerja adalah sesuatu yang alamiah seperti bermain. Bila pekerjaan tidak menyenangkan, mungkin itu karena cara melakukan pekerjaan tersebut dalam organisasi.
2. Kebanyakan orang merasa bahwa pengendalian diri sendiri amat diperlukan supaya pekerjaan dilakukan dengan baik.
3. Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk diterima lingkungan, mendapat pengakuan, dan merasa berprestasi, seperti juga oleh kebutuhan mereka akan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan rasa aman.
4. Kebanyakan orang ingin menerima dan bahkan menginginkan suatu tanggung jawab bila mereka memperoleh bimbingan, pengelolaan dan kepemimpinan yang tepat.
5. Kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara kreatif dalam organisasi.
Pemimpin yang mendasari tindakannyaatau gayanya pada Teori Y beranggapan bahwa pegawai mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Mereka percaya bahwa tugas mereka adalah mengatur dan mengelola sehingga baik organisasi maupun pegawai dapat emmenuhi kebutuhannya.

Model Gaya Kepemimpinan
Penelitian Kepemimpinan Negara Bagian Ohio
Bass (1960) menjelaskan bahwa faktor “struktur yang mengawali” berpengaruh atas sepertiga dari variasi total dalam penelitian kepemimpinan, dan “pertimbangan” serta “struktur yang mengawali” berpengaruh atas 83 persen dari variansi. Seorang pemimpin yang dinilai baik menitikberatkan pada pemenuhan janji, penghargaan dan dukungan sebagai teknik motivasi dan bertindak dengan cara yang hangat dan membantu, menunjukkan perhatian dan penghargaan kepada bawahan. Pemimpin yang dinilai buruk member ancaman, merendahkan, berperilaku tanpa pertimbangan, dan menetapkan serta menyusun peranannya dan peranan bawahannya untuk pencapaian tujuan.
Enam sistem yang popular untuk mengklarifikasikan dan menjelaskan gaya kepemimpinan :
1.      Teori kisi kepemimpinan (Blake dan Mouton)
Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari perhatian manajer perhatiannya pada tugas atau pada hal-hal yang telah direncanakan untuk diselesaikan organisasi, dan perhatian kepada orang-orang dan unsure-unsur organisasi yang memengaruhi mereka. Kisi ini menggambarkan bagaimana perhatian pemimpin pada tugas dan pada manusia berkelindan sehingga menciptakan gaya pengelolaan dan kepemimpinan. Kelima jenis gaya ekstrim yang dikemukakan model kisi disajikan secara singgat sebagai berikut :
a)      Gaya pengalah (impoverished style). Gaya ini ditandai oleh kurangnya perhatian terhadap produksi. Bila terjadi konflik, pemimpin jenis ini tetap netral dan berdiri di luar masalah.
b)      Gaya pemimpin pertengahan (middle-of-the-road style). Gaya ini ditandai oleh perhatian yang seimbang terhadap produksi dan manusia. Pemimpin dengan gaya ini berusaha untuk jujur tetapi tegas dan mencari pemecahan yang tidak memihak dan berusaha untuk mempertahankan keadaan tetap baik.
c)      Gaya tim (team style). Gaya ini ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia. Pemimpin tim amat menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari pengertian dan kesepakatan anggota organisasi. Bila terjadi konflik, pemimpin tim mencoba memeriksa alasan-alasan timbulnya perbedaan dan mencari penyebab utamanya. Pemimpin tim mampu menunjukkan kebutuhan akan saling mempercayai dan saling menghargai di antara sesama anggota tim, juga menghargai pekerjaan.
d)     Gaya santai (country club style). Gaya ini ditandai oleh rendahnya perhatian terhadap tugas dan perhatian yang tinggi terhadap manusia. Ia menghindari terjadinya konflik, tapi bila ini tidak dapat dihindari, ia mencoba untuk melunakkan perasaan orang, dan menjaga agar mereka tetap bekerja sama. Pemimpin ini lebih banyak bersikap menolong daripada memimpin.
e)      Gaya kerja (task style). Gaya ini ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi amat kurang memperhatikan manusianya. Bila timbul konflik, pemimpin jenis ini cenderung menghentikannya atau memenangkan posisinya dengan cara membela diri, bekerja pada pendiriannya, atau mengulangi konflik dengan sejumlah argumentasi baru.
Menurut Blake dan Mouton, gaya tim merupakan gaya kepemimpinan yang paling disukai. Kepemimpinan gaya tim berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu yang terbaik bilamana mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Serta melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan ke[putusan, dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil terbaik yang mungkin dicapai.

2.      Teori 3D (Reddin)
Kisi 3D menghasilkan delapan gaya manajer atau kepemimpinan. Reddin (1967) menerangkan bahwa keempat gaya yang lebih efektiftersebut kurang lebih sama efektifnya. Disamping itu ada saatnya beberapa tugas manajer memerlukan keempat gaya tersebut sekaligus, sedangkan tugas lainnya cenderung hanya memerlukan satu atau dua gaya saja secara konsisten.
LEBIH EFEKTIF
1.      Eksekutif
Tugas berat, hubungan kuat, muncul sebagai motivator yang baik, yang memperlakukan setiap orang dengan cara tersendiri dan lebih suka melakukan manajemen tim.
2.      Otokrat Lunak (Benevolent Autocrat)
Tugas berat, hubungan lemah, tampaknya mengetahui apa yang diinginkannya dan tahu cara memperolehnya tanpa menimbulkan ketidaksenangan.
3.      Pengembang (developer)
Tugas ringan, hubungan kuat; tampaknya mempercayai orang lain secara terselubung dan menaruh perhatian utama pada pengembangan hubungan yang selaras.
4.      Birokrat
Tugas ringan, hubungan lemah; tampaknya menaruh perhatian pada aturan-aturan dan prosedur demi kepentingan emreka sendiri, dank arena ingin menjaga serta mengawasi situasi dengan menggunakan aturan dan prosedur itu, mereka sering terlihat amat berhati-hati.

KURANG EFEKTIF
1.      Pencari kompromi (Compromiser)
Tugas berat, hubungan kuat, meskipun hanya satu atau mungkin tidak ada satupun yang sesuai; muncul sebagai pembuat keputusan yang buruk dan membiarkan tekanan amat mempengaruhinya; tampaknya lebih suka meminimalkan tekanan dan masalah daripada memaksimalkan produksi jangka-panjang.
2.      Otokrat
Tugas berat, hubungan lemah ketika perilaku seperti ini tidak sesuai; tampaknya tidak mempunyai kepercayaan kepada orang lain, hanya tertarik pada tugas-tugas langsung.
3.      Pembawa Misi (Missionary)
Tugas ringan, hubungan kuat ketika perilaku seperti ini tidak sesuai; tampaknya lebih tertarik kepada manusia sebagai pribadi.
4.      Penyendiri (Deserter)
Tugas ringan, hubungan lemah ketika perilaku seperti ini tidak sesuai; tampak seperti tidak terlibat dan pasif.

3. Teori Kepemimpinan Situasional
Hersey dan Blancard mengembangkan konsep kepemimpinan situasional, penelitian ini menunjukkan banyak kemiripan dengan teori yang dikemukakan Blake dan Mouton yaitu dua dimensi gaya kepemimpinan dimana struktur pertimbangan dan pengawalan yang dihasilkan serupa.
Selanjutnya Hersey dan Blancard memperkenalkan variabel ketiga yaitu kematangan, yang berfungsi dengan cara yang serupa dengan dimensi keefektifan yang dikemukakan Reddin. Jadi model kepemimpinan situasional ini penampilannya mirip model Reddin.
Faktor yang menentukan efektivitas dijelaskan oleh Hersey dan Blancard sebagai “ tingkat kesiapan anak buah “. Kesiapan ini didefinisikan sebagai kesediaan dan kemampuan seseorang untuk bertanggung jawab. Dengan kata lain, bila anak buah mempunyai kesediaan dan kemampuan yang baik untuk nertanggung jawab, serta berpengalaman dalam tugas yang dihadapinya, maka gaya kepemimpinan khusus akan lebih efektif daripada bila kesiapan anak buah kurang. Dengan meningkatnya kesiapan anak buah, pemimpin mengurangi perilaku ataupun hubungannya.
Ada empat gaya kepemimpinan situasional yang dapat dikemukakan :
Gaya 1 : Memberitahu (telling). Gaya ini ditandai oleh komunikasi satu arah. Di sini pemimpin menentukan peranan anak buah dan memberitahu apa, di mana, kapan dan bagaimana cara mengerjakan berbagai macam tugas.
Gaya 2 : Mempromosikan (selling). Gaya ini ditandai oleh usaha melalui dua arah, meskipun hamper semua pengaturan dilakukan oleh pemimpin. Pemimpin juga menyediakan dukungan sosioemosional supaya anak buah turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Gaya 3 : Berpartisipasi (participating). Gaya ini ditandai oleh pemimpin dan anak buah yang bersama-sama terlibat dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah yang sebenarnya. Pemimpin lebih banyak terlibat dalam pemberi kemudahan karena anak buahnya memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk menyelesaikan tugasnya.
Gaya 4 : Mewakilkan (delegating). Gaya ini ditandai oleh pemimpin yang membiarkan anak buahnya bertanggung jawab atas keputusan-keputusan mereka. Pemimpin mewakilkan keputusan kepada anak buahnya kerena mereka mempunyai tingkat kesiapan yang tinggi, bersedia serta mampu bertanggung jawab untuk mengatur perilaku mereka sendiri.

4.      Teori Empat Sistem
Likert menemukan empat gaya atau sistem manajerial yang berdasarkan pasa satu analisis atas delapan variabel manajerial :
1.      Kepemimpinan
2.      Motivasi
3.      Komunikasi
4.      Interaksi
5.      Pengambilan keputusan
6.      Penentu tujuan
7.      Pengendalian
8.      Kinerja
Likert membagi gaya manajerial tersebut dan berikut adalah ciri keempat sistem tersebut :
1.      Penguasa mutlak
Gaya ini berdasarkan pada asumsi terori X McGregor. Pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan bahwa cara terbaik untuk memotivasi pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman, dan hukuman.
2.      Penguasa semi-mutlak
Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi mendorong komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengatakan keluhan bawahan, namun komunikasi ini dilakukan melalui jalur resmi.
3.      Penasihat
Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi.
4.      Pengajak-serta
Gaya ini amat sportif, dengan tujuan agar organisasi berjalan baik melalui partisipasi nyata pegawai. Informasi berjalan ke segala arah, dan pengendalian dijalankan di setiap tingkatan.

5    5. Teori Kontikum
Tannenbaum dan Schmidt meneliti pengambilan keputusan sebagai konsep utama dalam kontinum perolaku kepemimpinan mereka. Kontinum ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Manajer membuat keputusan dan mengumumkannya
2.      Manajer membuat keputusan dan menawarknannya
3.      Manajer mengemukakan keputusannya dan memberi kesempatan untuk mempertanyakannya
4.      Manajer mengemukakan keputusan sementara, yang masih dapat diubah
5.      Manajer mengemukakan beberapa batasan dan meminta bawahan untuk membuat keputusan
6.      Manajer mengizinkan bawahan membuat keputusan

6    6. Teori kebergantungan
Fiedler mengembangkan teori gaya kepemimpinan berdasarkan pada konsep kebergantungan. Menurut teori kebergantungan, keefektifan pemimpin bergantung pada hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinannya, juga situasi tertentu yang dihadapinya. Jadi, pemimpin ditinjau sebagai bermotivasi-tugas atau bermotivasi-hubungan.
Karakteristik suatu situasi kepemimpinan yang paling penting adalah :
1.      Relasi pemimpin-anggota
2.      Struktur tugas
3.      Kekuasaan jabatan pemimpin
Efektifitas pemimpin ditentukan oleh kesesuaian antara gaya kepeminpinan dengan keharmonisan situasinya. Situasi terbaik adalah bila relasi pemimpin-anggota baik, tugas tersturktur rapi, dan pemimpin mempunyai kekuasaan yang besar.
Penelitian pada model kebergantungan menunjukkan bahwa :
1.      Pemimpin bermotivasi-tugas lebih efektif dalam situasi yang amat harmonis dan dalam situasi yang amat tidak harmonis
2.      Pemimpin bermotivasi-hubungan lebih efektif dalam situasi yang cukup harmonis
Jadi, pemimpin bermotivasi-tugas cenderung lebih efektif dalam beberapa situasi yang amat memerlukan atau yang amat tidak memerlukan pengaruhnya. Pemimpin bermotivasi-hubungan cenderung lebih efektif dalam situasi yang memerlukan pengaruh pemimpin dalam kadar secukupnya.

Perilaku Komunikatif dan Gaya Kepemimpinan
Dalam suatu teori, fokusnya berkaitan dengan orang-orang harus mencapai hasil tertentu atau tentang produksi  atau hasil-hasil yang harus dipenuhi, dalam teori lain, fokusnya pada hubungan, tugas dan keefektifan, atau kematangan. Meskipun setiap teori berisi informasi yang berguna untuk mereka yang tertarik dalam penyusunan suatu pendekatan untuk membantu orang lain mencapai tujuannya, yang paling menarik perhatian adalah gaya yang dihasilkan dari pengambilan fokus khusus. Hal ini karena gaya adalah sesuatu yang menunjukkan perilaku untuk dipergunakan dalam membantu dengan cara yang khusus.

Pendekatan Tipe pada Gaya Kepemimpinan
1.      Hipokratus mungkin merupakan orang pertama yang berspekulasi tentang faktor-faktor yang menciptakan dan menandai gaya perilaku perorangan. Hipokratus menyatakan bahwa struktur dan fisiologi jasmani menentukan kepribadian atau cara berprilaku seseorang yang sudah menjadi kebiasaannya. Ia menjabarkan empat tipe kepribadian sebagai hasil pengaruh utama salah satu dari keempat “humor” jasmani.
2.      James Deese menerangkan bahwa tidak ada bukti mengenai gagasan semacam ini dan yang masih tersisa dari tipe-tipe Hipokratus adalah kata sifat yang masih digunakan untuk menggambarkan sifat-sifat seperti : berdarah dingin, pemberang, periang, dll.
3.      Carl Jung mengembangkan suatu sistem tipe karakter berdasarkan dua sikap dan empat fungsi. Kedua sikap ini adalah introversi dan ekstroversi . Keempat fungsi tersebut adalah : Pikiran, perasaan, penginderaan, dan intuisi.
-         Fungsi pikiran berkenaan dengan gagasan. Melalui pikiran, manusia mencoba memahami sifat dunia dan dirinya.
-         Perasaan adalah fungsi penilaian. Perasaan memberi nilai pada sesuatu dan memegang peranandalam hal yang berkenaan dengan pengalaman senang, sakit, marah, takut, sedih, cinta, dll.
-         Perabaan adalah fungsi yang berhubungan dengan persepsi atau fungsi realitas dan mengungkapkan fakta dan informasi konkret mengenai dunia.
-         Intuisi menyatakan perolehan pengetahuan dan pemahaman sifat emosi dunia melalui pemahaman mistis dan dari sumber-sumber yang tidak disadari.

4.      Myers-Briggs menerangkan bahwa teori jung mengamsusikan bahwa tampaknya banyak perilaku acak yang sebenarnya amat teratur dan konsisten, yang disebabkan oleh beberapa persamaan dan perbedaan dasar tertentu dalam cara manusia mengamati dunia dan membuat penilaian terhadapnya. Ada dua cara mempersepsi yang amat berlainan, mengamati melalui indra (sensing) dan mengamati melalui perasaan (intuiting). Dan ada dua cara penilaian yang amat berlainan, penilaian melalui pikiran (thingking) dan penialian melalui perasaan (feeling).

Instrumen Lain yang Berdasarkan pada Tipe
Kolb mendasarkan penelitiannya tentang gaya belajar, dikenali empat kegiatan pelajar yaitu, berpikir, merasakan, memperhatikan dan melakukan. Kombinasi dari semua kegiatan itu menghasilkan empat gaya :
  1. Pengumpul      : relatif tidak emosional dan lebih suka berurusan dengan benda mati daripada dengan manusia
  2. Penyebar         : cenderung emosional dan imajinatif serta tertarik pada manusia
  3. Asimilator       : unggul dalam pemikiran induktif dan memadukan pengamatan-pengamatan yang berlainan menjadi penjelasan yang terintegerasi dan mereka kurang tertarik pada manusia dan lebih memperhatikan konsep-konsep abstrak
  4. Akomodator    : membuat rencana-rencana dan melibatkan diri mereka sdalam pengalaman-pengalaman baru
Pendekatan Sifat Terhadap Gaya
Empat pendekatan untuk menjabarkan gaya pengoperasian :
  1. NREL
  2. MALONE
  3. TRACOM
  4. PERFORMAX
Analisis Transaksional
Analisis Transaksional adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang menekankan pada hubungan interaksional.  Analisis Transaksional dapat dipergunakan untuk terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok.
Dikembangkan oleh Eric Berne tahun 1960 yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Pendekatan analisis transaksional ini berlandaskan teori kepribadian yang berkenaan dengan analisis struktural dan transaksional. Teori ini menyajikan suatu kerangka bagi analisis terhadap tiga kedudukan ego yang terpisah, yaitu : orang tua, orang dewasa, dan anak.

Matriks Interaksi hill
                          Miller, nunnally dan wackman (1975) mengekstrapolasi empat variebel yabng mereka rasa memegang peranan dalam gaya-gaya tersebut menitikberatkan perasaan, menitikberatkan pemikiran, menitikberatkan masalah-masalah pribadi dan menitikberatkan masalah-masalah hubungan. Mereka menciptakan empat gaya mereka sendiri sebagai berikut :
Gaya I : Hangat, ramah, ceria, menghidupkan suasana.
Gaya II : Mengatur, membujuk, memarahi, menuntut, biasanya digunakan bila anda ingin meyakinkan atau mengendalikan apa yang terjadi.
Gaya III : Mencoba-coba, memperluas, memperinci, menyelidiki, meneliti, gaya spekulasi yang tujuannya nyaris menghentikan dunia, bercermin padanya, dan menjelajahinya.
Gaya IV :  Menyadari, aktif, menerima, menutup, memelihara, dan bekerjasama mengikuti proses yang menyangkut masalah-masalah secara terbuka dan langsung.
Gaya pengoperasian
            Adalah  pola perilaku seseorang yang konsisten , yang diamati oleh orang lain bila ada orang yang berusaha membantu orang lainnya untuk mencapai tujuan.
Bagaimana menjelaskan gaya pengoperasian
            Perangkat bahasa yang digunakan secara luas untuk mengungkjapkan makna pengalaman disebut kiasan. Kiasan memberi makna pada suatu situasi dengan membandingkannya  dengan hal lainnya, dengan berbicara tentang situasi pertama seakan-akan itu adalah situasi kedua.
Gaya kepemimpinan yang paling efektif terbagi menjadi dua :
1.      Gaya kepemimpinan terbaik –tunggal
Menjadikan karyawan atau bawahannya seperti kawannya sendiri. Mereka bersedia menerima beban orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain. Dengan begitu dia bisa menjadi pemimpin yang diterima dan menyenangkan, bergairah, tanpa butuh strategi atau cara yang rumit untuk dapat mempengaruhi orang lain.
2.      Gaya kepemimpinan terbaik- bersyarat
Gaya pemimpin yang menggunakan kombinasi perilaku komunikatif yang berbeda ketika menanggapi keadaan sekelilingnya dalam keadaan tersebut pemimpin berusaha membantu yang lainnya untuk mencapai hasil yang diinginkan.


Kesimpulan dan Saran
           
Dalam sebuah organisasi dibutuhkan sebuah pemimpin yang akan mengarahkan para anggota atau bawahannya dalam melakukan berbagai tugas dan peranan untuk dapat menghasilkan suatu hasil atau tujuan yang akan dicapai. Namun di dalam penerapannya, terdapat berbagai macam gaya kepemimpinan yang berbeda-beda yang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin di dunia. Tentunya setiap gaya-gaya kepemimpinan tersebut memiliki sikap dan perilaku serta gaya bicara yang berbeda-beda. Pemimpin yang efektif akan melihat karyawan atau bawahannya sebagai seorang kawan, mereka bersedia mendahulukan kepentingan orang lain, dari pada kepentingannya sendiri. Pemimpin yang efektif juga akan menggunakian kombinasi perilaku komunikatif yang berbeda ketika menanggapi keadaan sekelilingnya, dalam keadaan tersebut, pemimpin berusaha membantu yang lainnya untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Saran kami bagi pemimpin-pemimpin organisasi yaitu berlakukanlah sebuah organisasi sebagai sebuah keluarga yang memiliki kedekatan antara ketua dengan anggotanya, antara direktur dengan bawahannya, sehingga diantaranya terdapat hubungan komunikasi yang semakin harmonis dan baik. Pemimpin tidak seharusnya menjadikan bawahan sebagai budak yang rendah. Pemimpin harus memberikan motivasi kepada bawahannya, serta mengembangkan kualitas sumber daya manusia bagi karyawan atau bawahannya. Kami juga menyarankan, dalam menghadapi setiap permasalahan sebaiknya pemimpin bersikap tegas terhadap situasi dan kondisi tertentu. 

Minggu, 26 Mei 2013

Artikel Komunikasi Organisasi dan Kepemimpinan

GAYA KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI
PERUSAHAAN
1. Karakteristik Pemimpin
PUR adalah laki-laki yang berumur 49 tahun yang menjabat sebagai Manager R&D. Latar belakang PUR berasal dari kalangan orang yang sederhana. Kedua orang tuanya selalu mengajarkan untuk selalu mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan. PUR selalu diajarkan untuk hidup mandiri dan selalu bekerja keras. Berkat kerja keras dan jerih payahnya, PUR dapat sekolah sampai perguruan tinggi dan mendapatkan gelar master. Namun, Latar belakang pendidikan PUR, tidak membuat PUR menjadi orang yang sombong. Hal ini disebabkan atas cara pandang PUR yang menganggap bahwa ada beberapa orang yang mendapat kesempatan hidup lebih baik dan ada juga orang yang belum mendapat kesempatan tersebut. Sifat atasan yang selalu mensyukuri apa yang diberikan Tuhan membuat atasan selalu menghormati karyawan-karyawannya. Dalam hal pengalaman kepemimpinan, beliau semenjak SMA aktif dalam kegiatan OSIS dan disaat menjadi mahasiswa beliau pun aktif dalam organisasi dan kepanitiaan yang diadakan dikampus.
SY adalah seorang laki-laki yang berumur 52 tahun, yang menjabat sebagai Manager SDM. Latar pendidikan formal SY adalah lulusan perguruan tinggi dan bergelar master. Semenjak menjadi mahasiswa beliau aktif dalam organisasi dikampus. Latar belakang tersebut membuat SY, percaya diri dalam memimpin sebuah organisasi. Sebelum menjabat sebagai Manager SDM, SY pun pernah berkarir di perusahaan lain sehingga beliau sudah mempunyai pengalaman sebagai pemimpin. Semenjak kecil SY oleh orang tuanya selalu diajarkan untuk hidup disiplin, karena memang pada saat itu orang tuanya berasal dari kalangan militer. Latar belakang pengalaman tersebut membuat SY menjadi pemimpin yang tegas dan percaya diri dalam mengambil keputusan. Namun ketegasan beliau tidak membuat karyawan takut padanya, karena ketegasan beliau semata-mata dalam pekerjaan.
“Ketegasan saya dalam memberikan sanksi kepada karyawan dikarenakan dahulu saya memang sudah dididik untuk disiplin oleh orang tua saya, karena pada waktu itu orang tua saya mempunyai latarbelakang sebagai militer”. (SY, 52 tahun Manager SDM)
Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan R&D sebagai berikut:
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun, Karyawan R&D)
Perilaku atasan dalam bergaul yang tidak memisahkan diri dengan karyawan, membuat rasa simpatik karyawan pada atasan. Terbukti disaat jam istirahat atasan mau shalat berjamaah dengan karyawan, yang tidak membedabedakan antara atasan dan karyawan. Sikap atasan yang seperti itu, dapat mempererat rasa kekeluargaan pada bagian SDM dan R&D. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan karyawan, contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan karyawan shalat jama’ah bersama, dan tidak memisahkan diri
dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM) Rasa solidaritas yang tinggi juga terlihat pada bagian SDM dan R&D. Jika ada karyawan yang sakit biasanya atasan berinisiatif untuk mengajak karyawan lain untuk menjenguk karyawan yang sakit tersebut. Kepekaan atasan terhadap karyawan memberikan kesadaran bagi karyawan untuk saling menolong jika ada karyawan yang terkena musibah atau kesulitan dalam bekerja. Hal ini diketahui dari hasil wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari dikarenakan sakit, atasan berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang bersama-sama kesana.”(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
2. Gaya Kepemimpinan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada responden karyawan mempunyai penilaian yang berbeda-beda terhadap atasannya. Penilaian tersebut seperti perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada karyawan, sikap atasan dalam memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian atasan terhadap kegiatan karyawan serta perilaku lainnya yang termasuk dalam gaya kepemimpinan. Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan direktif sebanyak 20 persen, sedangkan 63,3 persen menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan konsultatif, dan sebanyak 13,3 persen menilai atasannya bergaya kepemimpinan partisipatif, dan sisanya 4 persen menilai atasannya bergaya kepemimpinan delegatif. Adapun persentase jumlah responden dalam menilai atasannya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Responden Karyawan dalam Menilai Gaya Kepemimpinan Atasan
Gaya Kepemimpinan Jumlah Responden Karyawan
Orang %
Direktif 6 20
Konsultatif 19 63,3
Partisipatif 4 13,3
Delegatif 1 4
Jumlah 30 100
            2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif
Responden yang menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif sebanyak 20 persen. Responden menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif dalam hal-hal tertentu, biasanya dalam hal pemberian sanksi terhadap karyawan. Pengawasan kerja yang dilakukan oleh atasan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja karyawan. Pengawasan tersebut lebih mengarahkan karyawan untuk bekerja lebih baik sesuai dengan peraturan kerja yang telah disepakati oleh karyawan. Atasan pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan menganggap karyawan yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan dalam bekerja. Pengarahan yang dilakukan atasan semata-mata untuk meminimalisir karyawan dalam melakukan kesalahan kerja. Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan terhadap pelanggaran peraturan kerja, biasanya langsung diputuskan oleh atasan. Jika karyawan nyatanyata melakukan kesalahan fatal atau kesalahan dilakukan yang berulang-ulang maka atasan dapat memberhentikan karyawan tersebut guna tegaknya disiplin kerja di perusahaan. Gaya kepemimpinan direktif yang dilakukan oleh atasan dalam menegakkan peraturan kerja berguna untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan diperusahaan. Pengambilan keputusan yang dilakukan atasan secara tegas dalam memberikan sanksi merupakan ciri dari gaya kepemimpinan direktif yang dilakukan atasan karena atasan mengambil keputusan tanpa melibatkan karyawan. Jika karyawan sudah dapat menegakkan disiplin dan menanamkan kepercayaan terhadap peraturan kerja maka proses kerja akan lebih efektif dan efisien. “Pada dasarnya peraturan sudah ada pada setiap preusan dan harus dipatuhi oleh karyawan maupun atasan lainnya. Jika ada pelanggaran biasanya ada sanksinya, baik berupa teguran, surat peringatan, atau PHK. Namun PHK biasanya dilakukan oleh atasan jika karyawan tersebut sering melanggar peraturan kerja”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturutturut dikarenakan sakit, biasanya atasan berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang bersama-sama kesana tapi kalau karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas, atasan langsung memberikan surat peringatan kepada karyawan tersebut”.(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
Menurut ungkapan manager (SY, 52 tahun) maka terlihat bahwa peraturan memang sudah terdapat pada perusahaan namun untuk pemberian sanksi atasanlah yang sepenuhnya memutuskan. Selaras dengan ungkapan NN, karyawan SDM mengatakan bahwa atasan akan memberikan sanksi kepada karyawannya jira selama 3 hari berturut-turut tidak masuk tanpa keterangan. Akan tetapi, atasan pun mempunyai jiwa sosial yang tinggi jika karyawan tersebut sakit, dimana atasan mempunyai inisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lainnya.
            2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan konsultatif sebanyak 63,3 persen. Hal ini terlihat dari perhatian terhadap tugas dan karyawan sama besar. Atasan selain memperhatikan kesulitan yang dialami oleh para karyawan, juga memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas dalam memberikan perintah atau tugas, yang dapat membantu dalam pencapaian hasil yang baik dan kelancaran dalam bekerja. Adanya kerja sama yang baik antar karyawan membuat pekerjaan menjadi lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja. Perhatian atasan kepada karyawan pun beraneka ragam, kadang kala atasan memberikan pujian, bonus, atau kenaikan jabatan jika karyawan tersebut memang sangat berprestasi dalam bekerja. Kenaikan jabatan tidak semata-mata atasan yang menentukannya, Peran teman sekerjanya pun mempunyai peran dalam memutuskannya. Atasan selalu mendiskusikan masalah kenaikan jabatan kepada teman sekerja yang bersangkutan, karena teman kerjanya yang mempunyai penilaian yang lebih objektif dibandingkan atasan yang melihat dari sisi pekerjaannya saja.
“Kenaikan jabatan pada karyawan berprestasi masih sering dilakukan untuk mengisi jabatan yang kosong pada bagianbagian tertentu dan lebih diutamakan karyawan yang sudah lama mengabdi. Keputusan ini dilihat dari penilaian atasan dan penilaian teman sekerjanya”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
Menurut ungkapan SY (Manager SDM) terlihat bahwa atasan cenderung memutuskan kenaikan jabatan karyawan dengan cara mengkonsultasikan terlebih dahulu kepada teman kerja yang bersangkutan. Keputusan atasan dalam mempromosikan karyawan ini tergolong gaya kepemimpinan konsultatif, karena walaupun atasan yang menentukan keputusan, tetapi masih melibatkan peran karyawan lainnya. Perhatian terhadap karyawan dapat dilihat dari adanya hubungan yang baik antara atasan dan karyawan. Kedekatan karyawan dengan atasan tidak hanya terjalin dalam bekerja namun juga terjalin diluar pekerjaan. Jika terdapat kendalakendala yang berhubungan dengan pekerjaan, karyawan pun biasanya langsung berkonsultasi dengan atasannya, baik datang langsung ke ruangan atasan atau berkonsultasi di saat rapat berlangsung.
“Saya menganggap karyawan seperti teman saya saja, jadi karyawan pun tidak segan-segan jika ingin berkonsultasi dengan saya, baik masalah pekerjaan maupun diluar pekerjaan. tapi biasanya kalau berkonsultasi untuk masalah diluar pekerjaan disaat jam istirahat, karena mereka juga paham dan bisa membedakan antara jam kerja dan jam istirahat”. (PUR, 49 Tahun, Manager R&D)
“Pada saat rapat setiap perwakilan dari tiap seksi menyampaikan laporan mengenai pekerjaan masing-masing.” (ST,43 tahun, Karyawan SDM)
Menurut ungkapan karyawan SDM (ST, 43 tahun) terlihat bahwa dalam hal tugas, karyawan sering mendiskusikan pada saat terjadi rapat. Proses diskusi dan konsultasi biasanya jika ada laporan kemunduran dari beberapa seksi (misalnya penjualan menurun) sehingga atasan mencari penyebabnya dan memutuskan langkah-langkah untuk memecahkan masalah tersebut. Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya.
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum, tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun, Karyawan R&D)
Berdasarkan ungkapan karyawan R&D (PW, 25 tahun) menunjukkan bahwa karyawan mempunyai rasa kagum terhadap atasannya. Hal ini memberikan dampak positif terhadap kondisi kerja, dimana karyawan merasa nyaman dengan atasannya yang mengakibatkan karyawan semangat dalam bekerja.
            2.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Responden yang menilai atasan menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif sebanyak 13,3 persen. Biasanya atasan lebih partisipatif dalam hal menetapkan kebijakan yang beresiko seperti menetapkan harga produk baru yang akan didistribusikan ke pasar atau konsumen. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan manager dan karyawan SDM, yang mengatakan
bahwa :
“Ide, saran, dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berharga bagi kemajuan perusahaan, sehingga disaat rapat diperlukannya ide-ide cemerlang dari perwakilan tiap seksi”.(SY, 52 tahun, Manager SDM)“Saat rapat biasanya, atasan melibatkan perwakilan tiap seksi. Atasan pun selalu memberikan kesempatan karyawan dalam menyampaikan saran atau kritiknya, karena atasan pernah bilang ke saya kalau masukan dari karyawan sangat diperlukan untuk kemajuan perusahaan.”(NI, 41 tahun, supervisor) Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak segan untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga diberikan kebebasan dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya, sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan karyawan. Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat terselesaikan karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan. Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan bawahan tercipta pada suasana kerja di bagian SDM dan R&D sehingga timbul koordinasi yang baik dan suasana kerja yang komunikatif. Selain itu, Hubungan yang erat antara atasan dan bawahan ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan dimana para pimpinan dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada karyawan, baik itu tentang peraturan-peraturan perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, standar kerja karyawan hingga hal-hal lainnya yang perlu disampaikan kemudian dimengerti oleh karyawan. Jika ada peraturan terbaru dari perusahaan biasanya dibahas pada saat rapat dan hasilnya ditempel dimading-mading tiap departemen sehingga karyawan menjadi tahu dan tidak ada alasan untuk melanggar, kecuali sakit atau ada keluarga yang sedang berduka. (NI, 41 tahun, supervisor)
            2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan delegatif sejumlah empat persen. Tidak banyak karyawan yang menilai gaya kepemimpinan atasan ialah gaya kepemimpinan delegatif dikarenakan memang tergolong jarang atasan dalam memberikan tanggung jawab penuh terhadap pekerjaan. Semua tanggung jawab pekerjaan selalu dilaporkan kembali kepada atasan.
Gaya kepemimpinan delegatif, biasanya diterapkan atasan jika terdapat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia bekerja diluar jam kerja. Hal ini diketahui antara lain dari hasil wawancara dengan seorang karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“bekerja lembur memang jarang ada, namun terkadang jika ada pekerjaan yang benar-benar menumpuk, dan karyawan mengajukan untuk lembur guna mempercepat pekerjaan, biasanya atasan memperbolehkannya.(Na, 31 tahun, karyawan R&D)
3 Ikhtisar
Gaya kepemimpinan yang diterapkan manajer lebih cenderung kepada gaya kepemimpinan konsultatif. Namun, gaya kepemimpinan direktif, partisipatif, dan delegatif juga diterapkan pula oleh atasan dalam hal-hal tertentu. Penerapan gaya kepemimpinan yang dilakukan atasan disesuaikan dengan situasi pada lingkungan pekerjaan tersebut.
Gaya kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai perhatian terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan konsultatif biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang berprestasi. Perhatian atasan terhadap ,pekerjaan biasanya dengan memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadilebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja.
Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan peraturan kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi terhadap karyawan yang melanggar. Atasan pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan menganggap karyawan yang baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan dalam bekerja. Dalam mengambil tindakan terhadap pelanggaran peraturan kerja yang diperbuat karyawan, atasan biasanya langsung membuat keputusan tanpa mendiskusikan kembali dengan karyawan yang bersangkutan.
Gaya kepemimpinan partisipatif diterapkan dalam hal menetapkan kebijakan yang beresiko. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak segan untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga diberikan kebebasan dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya, sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan karyawan. Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat terselesaikan karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan pekerjaan. Gaya kepemimpinan delegatif, diterapkan atasan jika terdapat banyak pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia bekerja diluar jam kerja.