PERUSAHAAN
1. Karakteristik Pemimpin
PUR adalah laki-laki yang berumur
49 tahun yang menjabat sebagai Manager R&D. Latar belakang PUR berasal dari
kalangan orang yang sederhana. Kedua orang tuanya selalu mengajarkan untuk
selalu mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan. PUR selalu diajarkan untuk
hidup mandiri dan selalu bekerja keras. Berkat kerja keras dan jerih payahnya,
PUR dapat sekolah sampai perguruan tinggi dan mendapatkan gelar master. Namun,
Latar belakang pendidikan PUR, tidak membuat PUR menjadi orang yang sombong.
Hal ini disebabkan atas cara pandang PUR yang menganggap bahwa ada beberapa
orang yang mendapat kesempatan hidup lebih baik dan ada juga orang yang belum mendapat
kesempatan tersebut. Sifat atasan yang selalu mensyukuri apa yang diberikan
Tuhan membuat atasan selalu menghormati karyawan-karyawannya. Dalam hal
pengalaman kepemimpinan, beliau semenjak SMA aktif dalam kegiatan OSIS dan
disaat menjadi mahasiswa beliau pun aktif dalam organisasi dan kepanitiaan yang
diadakan dikampus.
SY adalah seorang laki-laki yang
berumur 52 tahun, yang menjabat sebagai Manager SDM. Latar pendidikan formal SY
adalah lulusan perguruan tinggi dan bergelar master. Semenjak menjadi mahasiswa
beliau aktif dalam organisasi dikampus. Latar belakang tersebut membuat SY,
percaya diri dalam memimpin sebuah organisasi. Sebelum menjabat sebagai Manager
SDM, SY pun pernah berkarir di perusahaan lain sehingga beliau sudah mempunyai
pengalaman sebagai pemimpin. Semenjak kecil SY oleh orang tuanya selalu
diajarkan untuk hidup disiplin, karena memang pada saat itu orang tuanya
berasal dari kalangan militer. Latar belakang pengalaman tersebut membuat SY
menjadi pemimpin yang tegas dan percaya diri dalam mengambil keputusan. Namun
ketegasan beliau tidak membuat karyawan takut padanya, karena ketegasan beliau
semata-mata dalam pekerjaan.
“Ketegasan saya dalam memberikan
sanksi kepada karyawan dikarenakan dahulu saya memang sudah dididik untuk
disiplin oleh orang tua saya, karena pada waktu itu orang tua saya mempunyai
latarbelakang sebagai militer”. (SY,
52 tahun Manager SDM)
Kekeluargaan yang terjalin pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma Tbk
cukup baik. Begitu juga hubungan atasan dengan bawahan yang saling menghormati.
Perilaku yang ramah dari atasan ketika bertemu dalam satu ruangan, membuat
suasana kerja menjadi nyaman, sehingga karyawan merasa dihargai kehadirannya.
Kondisi tersebut mempunyai nilai positif karena perilaku atasan yang ramah
menjadi bahan panutan bagi karyawan lainnya. Hal ini diketahui dari hasil
wawancara dengan seorang karyawan R&D sebagai berikut:
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum,
tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik
bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun,
Karyawan R&D)
Perilaku atasan dalam bergaul yang tidak memisahkan diri dengan karyawan,
membuat rasa simpatik karyawan pada atasan. Terbukti disaat jam istirahat
atasan mau shalat berjamaah dengan karyawan, yang tidak membedabedakan antara
atasan dan karyawan. Sikap atasan yang seperti itu, dapat mempererat rasa
kekeluargaan pada bagian SDM dan R&D. Hal ini diketahui dari hasil
wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“Atasan disini tidak sombong-sombong, mau bergaul dengan karyawan,
contohnya disaat shalat zuhur tiba atasan dan karyawan shalat jama’ah bersama,
dan tidak memisahkan diri
dengan karyawan lain.(CH, laki-laki 25 tahun, karyawan SDM) Rasa
solidaritas yang tinggi juga terlihat pada bagian SDM dan R&D. Jika ada
karyawan yang sakit biasanya atasan berinisiatif untuk mengajak karyawan lain
untuk menjenguk karyawan yang sakit tersebut. Kepekaan atasan terhadap karyawan
memberikan kesadaran bagi karyawan untuk saling menolong jika ada karyawan yang
terkena musibah atau kesulitan dalam bekerja. Hal ini diketahui dari hasil
wawancara dengan seorang karyawan SDM sebagai berikut:
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari dikarenakan sakit, atasan
berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lain untuk datang
bersama-sama kesana.”(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
2. Gaya Kepemimpinan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada responden karyawan mempunyai
penilaian yang berbeda-beda terhadap atasannya. Penilaian tersebut seperti
perilaku atasan dalam memberikan instruksi pada karyawan, sikap atasan dalam
memberikan sanksi kepada karyawan, perhatian atasan terhadap kegiatan karyawan
serta perilaku lainnya yang termasuk dalam gaya kepemimpinan. Responden yang
menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan direktif sebanyak 20 persen,
sedangkan 63,3 persen menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan
konsultatif, dan sebanyak 13,3 persen menilai atasannya bergaya kepemimpinan
partisipatif, dan sisanya 4 persen menilai atasannya bergaya kepemimpinan
delegatif. Adapun persentase
jumlah responden dalam menilai atasannya dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Responden
Karyawan dalam Menilai Gaya Kepemimpinan Atasan
Gaya Kepemimpinan Jumlah Responden Karyawan
Orang %
Direktif 6 20
Konsultatif 19 63,3
Partisipatif 4 13,3
Delegatif 1 4
Jumlah 30 100
2.1 Gaya Kepemimpinan Direktif
Responden yang menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif sebanyak 20
persen. Responden menilai atasannya bergaya kepemimpinan direktif dalam hal-hal
tertentu, biasanya dalam hal pemberian sanksi terhadap karyawan. Pengawasan
kerja yang dilakukan oleh atasan dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja
karyawan. Pengawasan tersebut lebih mengarahkan karyawan untuk bekerja lebih
baik sesuai dengan peraturan kerja yang telah disepakati oleh karyawan. Atasan
pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang baru dibandingkan karyawan yang
senior karena atasan menganggap karyawan yang baru masih butuh banyak perhatian
dan bimbingan dalam bekerja. Pengarahan yang dilakukan atasan semata-mata untuk
meminimalisir karyawan dalam melakukan kesalahan kerja. Pengambilan keputusan
yang dilakukan atasan terhadap pelanggaran peraturan kerja, biasanya langsung
diputuskan oleh atasan. Jika karyawan nyatanyata melakukan kesalahan fatal atau
kesalahan dilakukan yang berulang-ulang maka atasan dapat memberhentikan
karyawan tersebut guna tegaknya disiplin kerja di perusahaan. Gaya kepemimpinan
direktif yang dilakukan oleh atasan dalam menegakkan peraturan kerja berguna
untuk meningkatkan disiplin kerja karyawan diperusahaan. Pengambilan keputusan
yang dilakukan atasan secara tegas dalam memberikan sanksi merupakan ciri dari
gaya kepemimpinan direktif yang dilakukan atasan karena atasan mengambil
keputusan tanpa melibatkan karyawan. Jika karyawan sudah dapat menegakkan
disiplin dan menanamkan kepercayaan terhadap peraturan kerja maka proses kerja
akan lebih efektif dan efisien. “Pada dasarnya peraturan sudah ada pada setiap preusan
dan harus dipatuhi oleh karyawan maupun atasan lainnya. Jika ada pelanggaran
biasanya ada sanksinya, baik berupa teguran, surat peringatan, atau PHK. Namun PHK biasanya dilakukan oleh atasan
jika karyawan tersebut sering melanggar peraturan kerja”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
“jika ada karyawan yang tidak masuk selama 3 hari berturutturut dikarenakan
sakit, biasanya atasan berinisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan
lain untuk datang bersama-sama kesana tapi kalau karyawan yang tidak masuk selama
3 hari berturut-turut tanpa alasan yang jelas, atasan langsung memberikan surat
peringatan kepada karyawan tersebut”.(NN, 32 tahun, karyawan SDM)
Menurut ungkapan manager (SY, 52 tahun) maka terlihat bahwa peraturan memang
sudah terdapat pada perusahaan namun untuk pemberian sanksi atasanlah yang
sepenuhnya memutuskan. Selaras dengan ungkapan NN, karyawan SDM mengatakan
bahwa atasan akan memberikan sanksi kepada karyawannya jira selama 3 hari
berturut-turut tidak masuk tanpa keterangan. Akan tetapi, atasan pun mempunyai
jiwa sosial yang tinggi jika karyawan tersebut sakit, dimana atasan mempunyai
inisiatif untuk menjenguknya dengan mengajak karyawan lainnya.
2.2 Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan konsultatif
sebanyak 63,3 persen. Hal ini terlihat dari perhatian terhadap tugas dan karyawan
sama besar. Atasan selain memperhatikan kesulitan yang dialami oleh para
karyawan, juga memberikan keterangan-keterangan yang cukup jelas dalam memberikan
perintah atau tugas, yang dapat membantu dalam pencapaian hasil yang baik dan
kelancaran dalam bekerja. Adanya kerja sama yang baik antar karyawan membuat
pekerjaan menjadi lebih cepat. Hal tersebut tidak lepas dari peran atasan dalam
memberikan pengarahan dalam bekerja. Perhatian atasan kepada karyawan pun
beraneka ragam, kadang kala atasan memberikan pujian, bonus, atau kenaikan
jabatan jika karyawan tersebut memang sangat berprestasi dalam bekerja.
Kenaikan jabatan tidak semata-mata atasan yang menentukannya, Peran teman
sekerjanya pun mempunyai peran dalam memutuskannya. Atasan selalu mendiskusikan
masalah kenaikan jabatan kepada teman sekerja yang bersangkutan, karena teman
kerjanya yang mempunyai penilaian yang lebih objektif dibandingkan atasan yang
melihat dari sisi pekerjaannya saja.
“Kenaikan jabatan pada karyawan berprestasi masih sering dilakukan untuk
mengisi jabatan yang kosong pada bagianbagian tertentu dan lebih diutamakan
karyawan yang sudah lama mengabdi. Keputusan ini dilihat dari penilaian atasan
dan penilaian teman sekerjanya”. (SY, 52 tahun, Manager SDM)
Menurut ungkapan SY (Manager SDM) terlihat bahwa atasan cenderung
memutuskan kenaikan jabatan karyawan dengan cara mengkonsultasikan terlebih dahulu
kepada teman kerja yang bersangkutan. Keputusan atasan dalam mempromosikan
karyawan ini tergolong gaya kepemimpinan konsultatif, karena walaupun atasan
yang menentukan keputusan, tetapi masih melibatkan peran karyawan lainnya. Perhatian
terhadap karyawan dapat dilihat dari adanya hubungan yang baik antara atasan
dan karyawan. Kedekatan karyawan dengan atasan tidak hanya terjalin dalam
bekerja namun juga terjalin diluar pekerjaan. Jika terdapat kendalakendala yang
berhubungan dengan pekerjaan, karyawan pun biasanya langsung berkonsultasi
dengan atasannya, baik datang langsung ke ruangan atasan atau berkonsultasi di
saat rapat berlangsung.
“Saya menganggap karyawan seperti teman saya saja, jadi karyawan pun tidak
segan-segan jika ingin berkonsultasi dengan saya, baik masalah pekerjaan maupun
diluar pekerjaan. tapi biasanya kalau berkonsultasi untuk masalah diluar pekerjaan
disaat jam istirahat, karena mereka juga paham dan bisa membedakan antara jam
kerja dan jam istirahat”. (PUR, 49 Tahun, Manager R&D)
“Pada saat rapat setiap perwakilan dari tiap seksi menyampaikan laporan
mengenai pekerjaan masing-masing.” (ST,43 tahun, Karyawan SDM)
Menurut ungkapan karyawan SDM (ST, 43 tahun) terlihat bahwa dalam hal
tugas, karyawan sering mendiskusikan pada saat terjadi rapat. Proses diskusi
dan konsultasi biasanya jika ada laporan kemunduran dari beberapa seksi (misalnya
penjualan menurun) sehingga atasan mencari penyebabnya dan memutuskan
langkah-langkah untuk memecahkan masalah tersebut. Kekeluargaan yang terjalin
pada bagian SDM dan R&D PT. Indofarma Tbk cukup baik. Begitu juga hubungan
atasan dengan bawahan yang saling menghormati. Perilaku yang ramah dari atasan
ketika bertemu dalam satu ruangan, membuat suasana kerja menjadi nyaman,
sehingga karyawan merasa dihargai kehadirannya. Kondisi tersebut mempunyai
nilai positif karena perilaku atasan yang ramah menjadi bahan panutan bagi
karyawan lainnya.
“Sikap atasan yang ramah jika bertemu dengan karyawan, membuat saya kagum,
tetapi memang sudah sepantasnya kalau atasan itu memberikan contoh yang baik
bagi karyawannya agar menjadi teladan bagi karyawannya”. (PW, 25 tahun, Karyawan
R&D)
Berdasarkan ungkapan karyawan R&D (PW, 25 tahun) menunjukkan bahwa karyawan
mempunyai rasa kagum terhadap atasannya. Hal ini memberikan dampak positif
terhadap kondisi kerja, dimana karyawan merasa nyaman dengan atasannya yang
mengakibatkan karyawan semangat dalam bekerja.
2.3 Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Responden yang menilai atasan menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif
sebanyak 13,3 persen. Biasanya atasan lebih partisipatif dalam hal menetapkan
kebijakan yang beresiko seperti menetapkan harga produk baru yang akan
didistribusikan ke pasar atau konsumen. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan merupakan masukan
yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit untuk memecahkan
masalah tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan manager dan karyawan SDM, yang mengatakan
bahwa :
“Ide, saran, dan kritik dari karyawan merupakan masukan yang sangat
berharga bagi kemajuan perusahaan, sehingga disaat rapat diperlukannya ide-ide
cemerlang dari perwakilan tiap seksi”.(SY, 52 tahun, Manager SDM)“Saat rapat
biasanya, atasan melibatkan perwakilan tiap seksi. Atasan pun selalu memberikan
kesempatan karyawan dalam menyampaikan saran atau kritiknya, karena atasan
pernah bilang ke saya kalau masukan dari karyawan sangat diperlukan untuk
kemajuan perusahaan.”(NI, 41 tahun, supervisor) Dalam pelaksanaan tugasnya
atasan tidak segan untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga
diberikan kebebasan dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai
pekerjaanya, sehingga dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh
atasan dan karyawan. Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan
cepat terselesaikan karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk
menyelesaikan pekerjaan. Hubungan yang baik dan harmonis antara atasan dan
bawahan tercipta pada suasana kerja di bagian SDM dan R&D sehingga timbul
koordinasi yang baik dan suasana kerja yang komunikatif. Selain itu, Hubungan
yang erat antara atasan dan bawahan ini akan memberikan dampak positif bagi
perusahaan dimana para pimpinan dapat mengkomunikasikan dengan baik kepada
karyawan, baik itu tentang peraturan-peraturan perusahaan, tujuan-tujuan
perusahaan, standar kerja karyawan hingga hal-hal lainnya yang perlu
disampaikan kemudian dimengerti oleh karyawan. Jika ada peraturan terbaru dari
perusahaan biasanya dibahas pada saat rapat dan hasilnya ditempel
dimading-mading tiap departemen sehingga karyawan menjadi tahu dan tidak ada alasan
untuk melanggar, kecuali sakit atau ada keluarga yang sedang berduka. (NI, 41
tahun, supervisor)
2.4 Gaya Kepemimpinan Delegatif
Responden yang menilai atasannya mempunyai gaya kepemimpinan delegatif
sejumlah empat persen. Tidak banyak karyawan yang menilai gaya kepemimpinan
atasan ialah gaya kepemimpinan delegatif dikarenakan memang tergolong jarang
atasan dalam memberikan tanggung jawab penuh terhadap pekerjaan. Semua tanggung
jawab pekerjaan selalu dilaporkan kembali kepada atasan.
Gaya kepemimpinan delegatif, biasanya diterapkan atasan jika terdapat banyak
pekerjaan yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada
karyawan, dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia bekerja
diluar jam kerja. Hal ini diketahui antara lain dari hasil wawancara dengan seorang
karyawan PT. Indofarma Tbk sebagai berikut :
“bekerja lembur memang jarang ada, namun terkadang jika ada pekerjaan yang
benar-benar menumpuk, dan karyawan mengajukan untuk lembur guna mempercepat
pekerjaan, biasanya atasan memperbolehkannya.(Na, 31 tahun, karyawan R&D)
3 Ikhtisar
Gaya kepemimpinan yang diterapkan manajer lebih cenderung kepada gaya
kepemimpinan konsultatif. Namun, gaya kepemimpinan direktif, partisipatif, dan
delegatif juga diterapkan pula oleh atasan dalam hal-hal tertentu. Penerapan gaya
kepemimpinan yang dilakukan atasan disesuaikan dengan situasi pada lingkungan
pekerjaan tersebut.
Gaya kepemimpinan konsultatif ditandai dengan atasan yang mempunyai perhatian
terhadap karyawan dan pekerjaan yang sama besar. Gaya kepemimpinan konsultatif
biasanya diterapkan atasan dalam hal mempromosikan karyawan yang berprestasi.
Perhatian atasan terhadap ,pekerjaan biasanya dengan memberikan keterangan-keterangan
yang cukup jelas sehingga membuat pekerjaan menjadilebih cepat. Hal tersebut
tidak lepas dari peran atasan dalam memberikan pengarahan dalam bekerja.
Gaya kepemimpinan direktif diterapkan atasan dalam menegakkan peraturan
kerja dengan melakukan pengawasan yang ketat dan pemberian sanksi terhadap
karyawan yang melanggar. Atasan pun lebih cenderung mengawasi karyawan yang
baru dibandingkan karyawan yang senior karena atasan menganggap karyawan yang
baru masih butuh banyak perhatian dan bimbingan dalam bekerja. Dalam mengambil
tindakan terhadap pelanggaran peraturan kerja yang diperbuat karyawan, atasan
biasanya langsung membuat keputusan tanpa mendiskusikan kembali dengan karyawan
yang bersangkutan.
Gaya kepemimpinan partisipatif diterapkan dalam hal menetapkan kebijakan
yang beresiko. Atasan menganggap ide, saran dan kritik dari karyawan merupakan
masukan yang sangat berarti, karena tanpa karyawan, atasan akan sulit untuk
memecahkan masalah tersebut. Dalam pelaksanaan tugasnya atasan tidak segan
untuk terjun langsung membantu karyawan. Karyawan juga diberikan kebebasan
dalam menyampaikan ide, saran, ataupun kritik mengenai pekerjaanya, sehingga
dalam pengambilan keputusan dilakukan bersama-sama oleh atasan dan karyawan.
Gaya kepemimpinan partisipatif tersebut membuat pekerjaan cepat terselesaikan
karena semakin banyak ide cemerlang yang diberikan untuk menyelesaikan
pekerjaan. Gaya kepemimpinan delegatif, diterapkan atasan jika terdapat banyak pekerjaan
yang belum terselesaikan. Atasan mendelegasikan pekerjaan kepada karyawan,
dengan cara berlembur atau dengan kata lain karyawan bersedia bekerja diluar
jam kerja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar